Posts Tagged ‘UK’

Staff UK Minta Rektor Mundur


Sebanyak 46 dari 48 staf kampus Universitas Karimun (UK) membubuhkan tandatangan di atas surat pernyataan sebagai mosi tidak percaya kepada Rektor UK Abdul Latif, Senin (12/3). Staf kampus meminta Abdul Latif mundur paling lambat Senin depan dan jika tidak mereka akan mogok kerja.

“Staf yang sudah membubuhkan tandatangannya sepakat mendesak Abdul Latif mundur dari jabatannya. Kami tak mau lagi ada tawar menawar dan tuntutan hanya satu, yaitu Abdul Latif harus mundur dari jabatannya,” ucap Zawiyah, Staf Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan di Kampus UK, Senin (12/3).

Menurutnya, tuntutan ini juga sudah disampaikan kepada pihak Yayasan Tujuh Juli agar segera menindaklanjuti sejak jauh-jauh hari. Namun sampai saat ini tidak ada tanggapan. Soal UK, tidak saja masalah program pendidikan (prodi) yang bermasalah, tapi juga ada masalah dugaan penyalahgunaan anggaran.

Misalnya, istri Rektor UK, Sukisnawati selalu ikut dalam setiap kegiatan Abdul Latif di luar kampus. Atau jika ada keperluan ke luar kota, maka sang istri selalu ikut. Dan biaya perjalanan bukan menggunakan anggaran pribadi, melainkan anggaran kampus. Seperti perjalanan atau kunjungan ke Malaka-Malaysia.  

Kondisi kampus saat ini sangat tidak harmonis, karena Abdul Latif tidak mau bertegur sapa  dengan seluruh staf kampus. Bahkan ketika diberikan masukan agar rektor membuat pertemuan dalam sebulan atau dua bulan sekali bersama para staf, Abdul Latif malah menjawab bahwa seluruh staf memiliki atasan. Maka silahkan lakukan hal itu dengan atasan masing-masing.

Senada dengan Zawiyah, Balqis yang juga staf di Kampus UK mengatakan, pernyataan mosi tidak percaya disampaikan atas dasar kesadaran seluruh staf kampus UK, dan tidak ada ditunggangi oleh pihak manapun.

“Kalau mahasiswa mengatakan bakal menggelar demonstrasi untuk menurunkan Abdul Latif, itu terserah mereka. Yang penting aksi kami ini tidak ada campur tangan dengan aksi mahasiswa UK yang mengatakan mendesak agar rektor UK segera mundur,” ujarnya.

Sementara, anggota Komisi A DPRD Karimun Jamaluddin SH menilai, tidak adanya izin lima prodi di UK yakni prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes),  Pendidikan Guru Luar Biasa (PGLB), Teknik Perkapalan, Manajemen Kepelabuhanan dan Pelayaran melanggar aturan. Karena proses belajar mengajar sudah berlangsung yang mengindikasikan telah terjadi penipuan oleh pihak Yayasan Tujuh Juli dan Rektor UK kepada masyarakat Karimun.

Menurutnya, penipuan yang dilakukan oleh yayasan dan Rektor UK merupakan bentuk pidana murni, maka sudah sepatutnya aparat penegak hukum  memenjarakan orang-orang yang telah dengan sengaja menimbulkan kerugian baik secara moril maupun materil kepada masyarakat Karimun.

Ia menyebut setelah persoalan ini muncul ke permukaan, antara yayasan dan rektorat terkesan melepaskan tanggung jawab masing-masing. Karena ketidakjelasan di UK tersebut, maka Jamaluddin menilai pengurus Yayasan Tujuh Juli dan Rektorat UK telah mengangkangi UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Untuk mendirikan TK saja, jelas syarat dan rukunnya. Apalagi untuk mendirikan sebuah universitas,” kata Jamaluddin.

Untuk membenarkan hal itu, maka Komisi A DPRD Karimun mendatangi Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah X di Padang, Rabu (7/12) lalu. Kedatangan rombongan Komisi A disambut Koordinator Kopertis X Damsar.

Kepada Kopertis, Komisi A memaparkan permasalahan yang terjadi di UK, mulai dari belum keluarnya izin lima prodi sementara sudah ada mahasiswanya. Dalam pertemuan juga disampaikan ketidakjelasan struktur yayasan dan rektorat di UK, untuk sebagai syarat mutlak pendirian sebuah universitas.

Menurut Jamaluddin, saat pihaknya memaparkan kondisi di UK, pihak Kopertis lebih banyak diam. Mereka hanya menyebut kalau DPRD Karimun harus ikut membenahi sistem yang terjadi di UK.

“Kurang apalagi perhatian dari dewan, bukankah ketika pihak yayasan meminta bantuan dana hibah sebesar Rp2,5 miliar dianggarkan dalam APBD,” kata Jamal.

Dikatakannya, sebelum kedatangan Komisi A ke Kopertis, ternyata beberapa hari sebelumnya, Bupati Karimun Nurdin Basirun dan Sekda Karimun Anwar Hasyim telah lebih dulu mendatangi Kopertis X. Kedatangan Bupati dan Sekda ke Kopertis memunculkan tanda tanya besar. Atas dasar apa Bupati ke Kopertis? Apakah sebagai kepala daerah atau pendiri Yayasan Tujuh Juli. Sementara, Sekda sebagai apa? karena Yayasan Tujuh Juli milik swasta dan bukan milik pemerintah daerah.

Selain Bupati dan Sekda, kata Jamaluddin pihak Reskrim Polres Karimun sehari sebelum rombongan Komisi A juga telah mendatangi Kopertis Wilayah X. Kedatangan Reskrim Polres Karimun kemungkinan untuk menyelidiki kasus yang terjadi di UK, khususnya terkait belum keluarnya izin lima prodi tersebut

Dikutip dari Haluan Kepri

Mahasiswa FKIP UK Minta Ganti Rugi


Kemelut yang terjadi atas ketidakpastian status jurusan Fakultas llmu Keguruan dan Ilmu Politik (FKIP) Universitas Karimun (UK) membuat mahasiswanya habis akal. Sebanyak 24 mahasiswa Universitas Karimun menyatakan mengundurkan diri sebagai mahasiswa UK.
 
Pernyataan Susi Anggraini selaku perwakilan 24 mahasiswa FKIP UK disampaikan di hadapan Komisi A DPRD Karimun saat gelaran hearing, Selasa (13/3). “Kami tidak ingin kuliah lagi, kami semua di sini menyatakan keluar dari UK. Insyaallah langkah kami sudah mantap,” kata Susi Anggraini mantap.
 
Pernyataan ini disampaikan di hadapan Ketua Komisi A Jamaluddin, Wakil Ketua Zulfikar dan Sekretaris Komisi Anwar Hasan. Pernyataan ini cukup masuk akan mengingat selama ini, mahasiswa yang terbilang pintar-pintar itu telah merasa tertipu oleh pihak manajemen kampus, jajaran rektorat, termasuk sejumlah oknum pejabat pemdan dan oknum anggota dewan atas janji-janji palsunya.
 
“Selama ini, kami diberi janji-janji. Kami dibuat macam (seperti) pengemis. Kami juga sudah tawar-menawar dengan Rektor UK (Abdul Latif) terkait nasib kami. Waktu itu kami diberi tiga opsi dan kami memilihnya satu,” kata seorang perwakilan mahasiswa lainnya Shinta Olivia turut menjelaskannya.
 
Opsi pertama yang diberikan saat itu jadi mahasiswa Universitas Sumenep dan lulus di Universitas Sumenep. Opsi kedua, pindah meneruskan kuliah lagi menjadi mahasiswa Universitas Sumenep lalu setelah selesai akan kembali jadi lulusan UK, dan terakhir tetap menjadi mahasiswa UK tetapi akan diwisuda pada 2014.
 
Saat itu, sejumlah mahasiswa ini memilih opsi kedua, hanya saja karena pindah ke Sumenep namun tak juga ada kepastian dan besarnya biaya kuliah pindahan, makanya mahasiswa memilih ganti rugi seluruh biaya dan waktu yang pernah dikeluarkannya.
“Dan kami juga pernah mengadu ke rumah Ketua DPRD Karimun pak Raja Baktiar. Di situ ada Rektor (Abdul Latif), ada Ketua Yayasan Pak Jufri Taufik juga, dan keputusan kami sudah bulat, keluar dari UK. Kami keluar tetapi kami minta ganti rugi semua yang telah kami keluarkan karena kami sudah tertipu, atau kami akan menempuh jalur hukum,” kata Susi menambahkan.
 
Di rumah Raja Baktiar itu juga, sejumlah mahasiswa merekam lagi janji Rektor dan Ketua Yayasan Tujuh Juli untuk mengganti semua kerugian mahasiswa yang mengundurkan diri tersebut. “Di situ Ketua DPRD ikut pasang badan untuk kami, tapi nyatanya tidak juga ada kejelasan. Kami ditipu lagi,” kata Susi.
 
Kemelut masalah mahasiswa FKIP UK ini mencuat setelah adanya wisuda yang dilakukan pihak UK tidak sah karena status program studi dimaksud tidak terdaftar di Kopertis X. Apalagi mahasiswa tersebut menyelesaikannya di Universitas Sumenep yang notabene pihak universitas Sumenep tidak pernah mengeluarkan mahasiswa dimaksud.
 
Sebenarnya masalah ini bisa selesai kalau saja ada kemauan dan kematangan pendiri Yayasan Tujuh Juli milik Nurdin Basirun (yang juga Bupati Karimun) dan jajarannya jika saja sempat mendengarkan pesan-pesan yang disampaikan masyarakat saat awal berdirinya.
 
Saat ini terdapat 14 program studi yang diusulkan, dan sembilan di antaranya disetujui Kopertis X Sumatera Barat, sementara FKIP masih dalam proses (menurut pihak rektorat yang kala itu ditampuk Sudarmadi). Dalam perjalanannya, hingga semester akhir dan menjelang wisuda mahasiswa jurusan ini tak kunjung mendapat kepastian status. Inilah sebabnya mahasiswa tersebut merasa tertipu.
 
“Kalau tak bisa berdiri, mengapa dipaksakan? Mengapa menerima mahasiswa? Kami merasa telah ditipu. Sampai saya harus mencium kaki rektor pun, saya tidak akan mau kembali masuk kampus UK,” ujar Fatmawati salah seorang mahasiswa FKIP lainnya kepada Tribun usai hearing.

Dikutip dari Tribun Batam